
JAKARTA (ISL News) - Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi mengatakan salah satu upaya yang perlu dilakukan dalam menghadapi ancaman resesi tahun 2023 adalah orientasi dan penguatan logistik domestik berdasarkan kekuatan potensi permintaan dan pasokan dalam negeri.
Potensi
permintaan tercermin dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 273,87 juta jiwa
dan tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 3,69 persen pada tahun 2021. Sementara,
potensi pasokan berupa komoditas yang beragam di berbagai wilayah Indonesia.
Hal
itu disampaikan Setijadi pada Seminar Outlook Bisnis Logistik 2023 di Jakarta
pekan lalu.
Seminar
juga mengundang pembicara Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerjasama
Ekonomi Internasional Kementerian PPN/Bappenas P.N. Laksmi Kusumawati, Dirut PT
Pelindo (Persero) Arif Suhartono, Presdir & CEO Logistic Group Sarana
Citranusa (SCN) Logistic Group Aulia Febrial Fatwa.
Pembicara
lain adalah Kepala Pusat Konsultasi Anggota Gabungan Produsen Makanan Minuman
Indonesia (GAPMMI) Tetty H. Sihombing, Group CEO at PowerCommerce.Asia - The
Power Group Indonesia Hadi Kuncoro, Praktisi dan Konsultan Industri Farmasi Pre
Agusta Siswantoro, CEO Mostrans Berty Argiyantari, dan Presdir PT Brinks
Solutions Indonesia David Maksud.
Setijadi
menjelaskan, dalam mengantisipasi ancaman resesi tahun 2023, harus dilakukan
penguatan dan peningkatan efisiensi logistik dan rantai pasok terutama untuk
mengurangi ketergantungan terhadap rantai pasok global.
Ketergantungan ekspor dan impor dengan sejumlah negara harus dipertimbangkan sebagai antisipasi atas risiko resesi di beberapa negara mitra, terutama Tiongkok sebagai mitra dagang terbesar Indonesia.
Berdasarkan
data BPS, pada September 2022 nilai ekspor non-migas Indonesia ke Tiongkok
sebesar USD 6,16 miliar atau 26,23 persen dari total ekspor non-migas,
sementara impor dari Tiongkok sebesar USD 5,69 miliar atau 34,74 persen dari
total impor non-migas Indonesia.
Ketergantungan
ekspor-impor itu harus diwaspadai karena pertumbuhan ekonomi di Tiongkok
beberapa waktu terakhir. Pada Kuartal II 2022 ekonomi Tiongkok tumbuh 0,4
persen (yoy) atau terkontraksi 4,4 persen dibanding kuartal sebelumnya
Antisipasi
juga harus dilakukan mengingat impor terbesar Indonesia adalah bahan
baku/penolong. Dari nilai impor pada September 2022 sebesar USD 19,81 miliar,
75,21 persen berupa bahan baku/penolong, 16,76 persen barang modal, dan 8,03
persen barang konsumsi.
Setijadi
mengatakan, dalam jangka panjang, perlu dikembangkan rantai pasok beberapa
produk dan komoditas dari hulu ke hilir (end-to-end) untuk mengurangi
ketergantungan impor. Untuk industri farmasi, misalnya, sekitar 95 persen bahan
baku berasal dari impor.
Peningkatan
efisiensi logistik dan rantai pasok akan berdampak terhadap penurunan harga
produk dan komoditas yang sangat penting pada situasi resesi. Dalam perspektif
global, peningkatan daya saing produk dan komoditas berpotensi meningkatkan
volume ekspor.
(Redaksi
ISL News/Humas SCI/email:islnewstv@gmail.com).