INDONESIA (ISL News) - Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Arif Toha telah menjadi salah satu pembicara dalam acara G20 Side Event: International Conference on Shipping Decarbonization in Indonesia, yang diselenggarakan oleh Kemenko Bidang Maritim dan Investasi dan Otoritas Maritim Denmark, di Bali pada 27-28 Oktober 2022.
Acara ini turut menghadirkan Director
General of the Danish Maritime Authority, Andreas Nordseth dan dimoderatori
oleh Asisten Deputi Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi,
Ridha Yasser.
Dalam acara tersebut Dirjen Arif
menyampaikan beberapa upaya pemerintah Indonesia yang telah dilakukan dalam
mendukung dekarbonisasi pelabuhan dan bahan bakar rendah karbon untuk shipping
yang akan dimulai pada tahun 2036 dengan campuran e-amonia, hidrogen, dan
biofuel.
Pentingnya Mewujudkan
Dekarbonisasi Pelayaran di Indonesia
Indonesia terletak di lokasi yang
strategis pada jalur perdagangan dunia dimana 90% perdagangan internasional
dilakukan melalui laut, dan 40% diantaranya melewati perairan Indonesia yang
berpotensi menimbulkan pencemaran air yang sangat tinggi dari kapal. Ada
sekitar 1241 pelabuhan di Indonesia yang aktif beroperasi dan berpotensi
meningkatkan perekonomian yang berkelanjutan.
"Kementerian Perhubungan terus mengoptimalkan
pengembangan sektor transportasi laut yang berdaya saing, dalam Rencana Induk
Pelabuhan Nasional (RIPN), sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 432
Tahun 2017, saat ini terdapat 636 pelabuhan yang digunakan untuk melayani
transportasi laut, 57 terminal yang merupakan bagian dari pelabuhan, dan 1322
rencana lokasi pelabuhan," ujar Dirjen Arif.
Langkah-langkah wajib untuk mengurangi
emisi gas rumah kaca (GRK) dari pelayaran internasional telah dimulai sejak 1
Januari 2013, dintaranya semua kapal baru (di atas 400 gross ton) harus
dirancang untuk mencapai Energy Efficiency Design Index (EEDI) di bawah patokan
standar yang dipersyaratkan. Kemudian semua kapal wajib membawa dan menerapkan
Ship Energy Efficiency Management Plan (SEEMP) untuk semua kapal dengan
menggunakan Energy Efficiency Operational Indicator (EEOI) sebagai alat
monitoring dan sebagai benchmarking.
Dirjen Arif menjelaskan bahwa terkait
Gas Rumah Kaca, saat ini yang berlaku di IMO yaitu 2018 Initial IMO GHG
Strategy, dengan target mengurangi emisi GRK sebesar 40% pada tahun 2030 dan
70% pada tahun 2050. IMO mengadopsi strategi awal pengurangan emisi GRK dari
kapal, menetapkan visi yang menegaskan komitmen IMO untuk mengurangi emisi GRK
dari pelayaran internasional dan menghapusnya secara bertahap.
"Sebagian negara menyatakan zero
emission pada tahun 2050, namun terdapat beberapa negara juga yang menetapkan
net zero emission pada tahun 2060 yaitu Indonesia, Rusia, China, Saudi Arabia,
Ukraina, Sri Lanka, Nigeria dan Bahrain," ujarnya.
Dirjen Arif menegaskan bahwa Indonesia
menggunakan bahan bakar rendah karbon untuk pelayaran dimulai pada tahun 2036
dengan campuran e-amonia, hydrogen dan biofuels.
Adapun upaya penurunan emisi GRK dalam
rangka mencapai NZE 2060 yg saat ini dilakukan oleh subsektor transportasi laut
adalah: penggunaan SBNP solarcell, melakukan efisiensi manajemen operasional
pelabuhan yaitu dengan fasilitas Onshore Power Supply (di Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan,
Makassar, Balikpapan, Batam, Dumai, Cilacap, Banjarmasin, Kumai, Sampit, Benoa,
Lembar, dan Kupang (21 Pelabuhan), melakukan modernisasi kapal penggunaan Bahan
Bakar Nabati (B30), melakukan konservasi energi di kapal dan pelabuhan, dan
pengembangan ecoport melalui penggunaan EBT di pelabuhan (misal : PLTS, LPJU
solarcell).
"Selain itu Indonesia juga aktif
menjalin kerja sama terkait dengan negara-negara lain dengan dukungan dari IMO
Technical Cooperation Program, di antaranya Bluesolution, yang bertujuan dalam
pengurangan emisi GRK melalui penggunaan teknologi," ungkapnya.
Perusahaan minyak nasional sendirir
telah memulai produksi Low Sulfur Fuel Oil (LSFO) untuk bahan bakar armada
Angkutan Laut Indonesia dan juga telah menyediakan LSFO untuk kegiatan
pelayaran internasional di pelabuhan-pelabuhan besar Indonesia seperti Tanjung
Priok, Tanjung Perak, Belawan, Makassar, Balikpapan, Batam dan Dumai. Selain
itu Kilang Pertamina Internasional juga telah membuat inovasi dan produk baru
yaitu LFSO dengan spesifikasi internasional dan lebih ramah lingkungan.
Tantangan Dalam Mewujudkan
Dekarbonisasi Pelayaran
Dirjen Arif mengungkapkan, upaya yang
dilakukan saat ini tidak luput dari tantangan. tantangan yang dihadapi oleh
Indonesia dalam mewujudkan dekarbonisasi secara umum yaitu teknologi yang
tersedia saat ini masih mahal
"Dan implementasi nya masih sulit
secara teknologi dan kesediaan infrastruktur masih terbatas serta terbatasnya
dasar hukum yang mengatur pengembangan teknologi," ungkapnya.
Untuk menghadapi tantangan tersebut,
Pemerintah Indonesia dalam hal ini telah menyusun sejumlah regulasi tentang penerapan Green
Ship Strategies, yang meliputi: kewajiban penggunaan bahan bakar rendah sulfur maksimal 0,50% m/m,
kewajiban penggunaan scrubber untuk kapal dan menerapkan bahan bakar efisiensi
energi mengurangi emisi karbon dioksida, peremajaan kapal mulai dari kapal
milik negara, penggunaan alat bantu navigasi yang ramah lingkungan penggunaan
energi matahari, dan kewajiban melaporkan konsumsi bahan bakar kapal untuk
semua kapal berbendera Indonesia.
Berikut beberapa poin penting sebagai
rencana mitigasi Dekarbonisasi oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut:
1 Rute Pendek dan Aman (Short Sea
Shipping)
2 Penerapan Inaportnet dalam manajemen
operasi kapal
3 Efisiensi Pengelolaan Operasional
Pelabuhan, oleh:
- Sel surya AtoN
- Elektrifikasi Peralatan Bongkar Muat
Pelabuhan
- Penggunaan sel surya dan lampu LED
untuk fasilitas pelabuhan
4 Meningkatkan pemantauan Lingkungan
Laut
5 Jasa Telekomunikasi Pelayaran
(Pemberian Informasi Cuaca) melalui Vessel Traffic Service (VTS) dan Ship
Reporting System (SRS)
6 Pengembangan Ecoport/pelabuhan hijau
(green port) dengan penerapan Energi Terbarukan di pelabuhan
7 Pemeliharaan Kapal
8 Penerapan fasilitas listrik darat atau
On Shore Power Supply (OPS)
9 Penggunaan bahan bakar rendah sulfur
"Efisiensi teknologi di sektor transportasi
diproyeksikan 20-25% pada tahun 2060," tutupnya.
(Redaksi ISL
News/Hubla/email:islnewstv@gmail.com).