JAKARTA (ISL News) - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan sejumlah manfaat membangun pelabuhan di Indonesia dengan menggunakan skema pendanaan kreatif (creative financing) non APBN. Hal ini disampaikannya dalam kegiatan Webinar yang diselenggarakan secara daring dan luring oleh Himpunan Ahli Pelabuhan Indonesia (HAPI) dengan tema “Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan Umum/ Terimnal Di Indonesia: Dikelola Sendiri Vs Partner Strategis (Internasional)” pada Rabu kemarin (9/2/2022).
Menhub menjelaskan, salah satu manfaatnya adalah, adanya akselerasi atau percepatan pembangunan infrastruktur pelabuhan di tengah terbatasnya APBN. “Kemudian adalah masuknya investasi ke Indonesia, dan juga semakin meningkatkan kualitas layanan kepelabuhanan di Indonesia,” ucap Menhub.
Menhub menuturkan, keberadaan pelabuhan bagi Indonesia sangat penting bagi Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan, dalam menghubungkan antar pulau dan mendukung pertumbuhan perekonomian nasional.
Menhub mengungkapkan, dengan luasnya wilayah Indonesia, tantangan yang dihadapi dalam pembangunan infrastruktur termasuk pelabuhan yakni, terbatasnya anggaran APBN. “Jadi di sini peran pelaku atau Badan Usaha menjadi vital, turut serta membantu akselerasi pembangunan pelabuhan yang tidak bisa dipenuhi dengan hanya mengandalkan APBN,” kata Menhub.
Lebih lanjut Menhub menuturkan, pemerintah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada badan usaha baik nasional maupun asing untuk berperan dalam pembangunan pelabuhan di Indonesia, dengan tetap mengedepankan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku terkait pengelolaan pelabuhan.
Beberapa bentuk kerja sama di bidang kepelabuhanan yang dapat dilakukan antara lain konsesi, kerja sama bentuk lainnya (Kerja Sama Pemanfaatan, Persewaan, Kontrak Manajemen, dan Kerja Sama Operasi), serta Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Berdasarkan data, sejak konsesi pertama kali pada tahun 2012 (Terminal Petikemas Kalibaru) sampai dengan diterbitkannya UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, telah dilakukan 25 perjanjian konsesi. Perjanjian konsesi tersebut mencakup 4 (empat) perjanjian konsesi pengelolaan pelabuhan eksisting, 21 perjanjian konsesi pengelolaan pelabuhan baru, yang terdiri dari pelabuhan/terminal baru, pengelolaan alur, terminal khusus (Tersus) / Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) berubah menjadi pelabuhan/terminal umum dan pengelolaan wilayah perairan yang berfungsi sebagai pelabuhan. Total nilai investasi dari konsesi yang telah dilaksanakan kurang lebih sekitar Rp. 100,89 Triliun.
Setelah berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja, telah dilakukan 2 (dua) perjanjian KPBU pengelolaan pelabuhan dengan nilai total investasi kurang lebih berjumlah Rp. 19,42 Triliun, dan juga terdapat potensi investasi dengan skema konsesi pengelolaan kepelabuhanan dengan nilai total investasi kurang lebih 10,83 Triliun pada tahun 2022.
“Ke depan, skenario pengembangan pelabuhan dirancang agar prosentase investasi swasta baik nasional maupun asing, termasuk Pemda, melalui Badan Usaha Pelabuhan semakin besar. Dan Pemerintah berkomitmen untuk dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya dengan dukungan iklim investasi yang baik,” tutur Menhub.
Pada kesempatan yang sama, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, pihaknya telah menggabungkan seluruh perusahaan pelabuhan negara dalam satu holding yaitu Pelindo. Menurutnya, penggabungan ini diharapkan dapat menguatkan industri pelabuhan nasional, menurunkan biaya logistik hingga meningkatkan konektivitas maritim seluruh dunia, sehingga mampu menghadapi tantangan dinamika pasar global dan mampu bersaing di tingkat internasional.
Erick menjelaskan, integrasi ini dilakukan agar selaras dengan arahan strategis nasional dalam mencapai visi Indonesia 2045 yaitu mengembangkan sumber daya manusia dan pembangunan infrastruktur.
“Pengelolaan pelabuhan Indonesia yang terpenting harus didasarkan pada Good Corporate governance (GCG), sesuai dengan praktik terbaik, sehingga tidak akan merugikan negara. Bahkan yang lebih luas lagi menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia,” kata Menteri Erick.
Ketua HAPI Wahyono Bimarso mengatakan, di tahun 2020 yang lalu ada penelitian dari Universitas Gajah Mada dan Melbourne Australia terkait dengan pendanaan kerja sama di dua negara yaitu Australia dan Indonesia. Hasilnya ditemukan bahwa kebutuhan akan pendanaan memang tidak cukup hanya dari dana internal atau APBN masing-masing negara, tetapi masih diperlukan pendanaan eksternal yaitu dari Badan Usaha. Menurutnya, untuk Indonesia tantangannya bertambah karena ada persepsi dari masyarakat terhadap pemerintah tentang konsistensi kebijakan yang ada di Indonesia.