Tantangan terbesar pemerintah paska berakhirnya amnesti pajak yakni bagaimana merawat kepercayaan wajib pajak agar mereka secara sadar taat terhadap kewajibannya. Perbaikan mental aparatur pajak juga harus ditingkatkan.
Setelah implementasi pengampunan pajak berakhir, pemerintah tengah menyiapkan skema untuk meningkatkan penerimaan pajak tahun ini.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Ken Dwijugiasteadi memaparkan, basis data yang diperoleh dari implementasi pengampunan pajak cukup signifikan. Sehingga, dengan basis data tersebut, jumlah Wajib Pajak baru diprediksi bakal bertambah.
“Jelas itu bertambah, kalau dilihat penambahan jumlah WP – nya bisa mencapai 30%,” ucap Ken di Jakarta, Jumat (31/3).
Menurut Ken, tax amnesty merupakan bagian dari transparansi perpajakan atau semacam rekonsiliasi antara Wajib Pajak dengan Otoritas Pajak. Karena itu, dia yakin pasca implementasi tax amnesty, WP yang sebelumnya tak patuh bakal lebih patuh lagi.
Peningkatan kepatuhan itu bisa direalisasikan, pasalnya data WP yang sudah mengikuti implementasi pengampunan pajak sudah masuk dalam database otoritas pajak. Sehingga, ketika ada WP yang tidak patuh, mereka pun bisa segera ditindak oleh petugas pajak.
Ditjen Pajak sendiri menargetkan tahun ini kepatuhan WP melalui pelaporan Surat Pemberitahuan atau SPT sebanyak 75% dari 23,2 juta WP yang wajib menyampaikan SPT.
Optimisme itu juga didukung oleh sejumlah kebijakan yang diambil Otoritas Pajak misalnya insentif soal waktu pelaporan SPT dan pengecualian sanksi administrasi.
Salah satunya melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-87/PJ/2017 yang ditandatangani pada 29 Maret lalu. Ketuputusan tersebut mengatur pengecualian pengenaan sanksi adminstrasi berupa denda atas keterlambatan penyampaian SPT bagi WP orang pribadi.
Dalam pertimbangan keputusan tersebut dijelaskan, kebijakan itu untuk mengantisipasi beban puncak serta memberikan kesempatan bagi WP menyampaikan SPH untuk pengampunan pajak.
Adapun, pertimbangan lannya yakni supaya harta deklarasi dari implementasi pengampunan pajak, juga diikutsertakan dalam SPT PPh mereka.
Adapun skema lainnya yang bakal dilakukan yakni, jika fasilitas tersebut tidak digunakan, maka Ditjen Pajak tak segan akan menggunakan kewenangan mereka menggunakan kewenangan mereka sesuai Pasal 18 Undang-Undang No.11 Tentang Pengampunan Pajak.
Pasal tersebut mengatur, bagi Wajib Pajak yang tidak mengikuti tax amnesty atau ikut namun belum menyertakan seluruh hartanya,maka jika nanti petugas pajak menemukan harta tersebut akan dihitung sebagai penghasilan ditambah pengenaan denda sebanyak 200%.
Beberapa tahun belakangan, realisasi penerimaan pajak pemerintah tak pernah mencapai target. Tahun 2015 misalnya, semula ekspektasi penerimaan pajak senilai Rp1.294 triliun. Namun, hingga akhir tahun, realisasinya hanya mencapai Rp1.060 triliun.
Situasi serupa juga terjadi pada 2016, saat itu realisasi penerimaan pajak senilai Rp1.104, 9 triliun, itupun ditopang oleh implementasi tax amnesty senilai Rp107 triliun.
"Kami tetap yakin, penerimaan tahun ini akan selamat, jika dilihat dari kepatuhan wajib pajak tahun ini,” jelasnya.
Senada dengan Ken, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani menyatakan, pengampunan pajak memang menjadi salah satu modal pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak pada masa yang akan datang.
Melalui deklarasi harta, Ditjen Pajak bisa melukakan profiliing terhadap WP, sehingga mereka bisa memperkirakan berapa potensi pajak yang bisa ditarik oleh pemerintah.
"Tentunya, untuk masa yang akan datang, database tersebut akan menjadi andalan pemerintah untuk menggenjot penerimaan pajak," jelasnya.
Tak hanya itu, lewat pengampunan pajak, wajah insitusi pajak juga perlahan berubah. Banyak, WP yang mulai percaya dengan Otoritas Pajak seiring dengan perubahan sikap petugas pajak terhadap wajib pajak.
Kendati demikian, untuk penerimaan tahun ini, implementasi pengampunan pajak tak akan terlalu berkontribusi banyak terhadap penerimaan pajak pemerintah.
"Tax amnesty untuk masa depan, sejak awal saya sudah tekankan, jadi tidak untuk dalam waktu dekat ini," ucapnya.
Dia juga mendukung langkah pemerintah untuk melakukan penegakan hukum sesuai pasal 18 UU Pengampunan Pajak. Namun demikian, pasal tersebut mesti digunakan secara tepat, misalnya WP yang benar-benar membangkang.
Cukup Sukses
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo memaparkan, terlepas dari kekurangan dalam regulasi dan pelaksanaannya menurutnya, pengampunan pajak cukup berhasil.
Indikatornya, kebijakan tersebut telah menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya pajak. Artinya, melalui pengampunan pajak, berbagi isu pajak menjadi obrolan sehari-hari.
Selain hal itu, kesadaran akan pentingnya perbaikan insitusi perpajakan juga mulai tumbuh. Pasalnya selama ini administrasi perpajakan juga masih buruk.
"Deklarasi yang melampaui ekspektasi, dan uang tebusan meski tidak mencapai target tapi sudah jauh di atas prediksi. Sedangkan catatan di repatriasi dan partisipan, bisa menjadi bahan koreksi ke depan," jelasnya.
Sementara itu ekonom Institute for Development of Economics Finance (Indef) Bhima Yudhistira memaparkan, ada beberapa hal yang perlu dicermati soal pencapaian pengampunan pajak.
Menurutnya, dengan realisasi tax amnesty saat ini, pemerintah harus memikirkan langkah yang cermat pasca implementasi pengampunan pajak.
Dia sendiri melihat ada sejumlah skema yang bisa dilakukan misalnya, evaluasi target penerimaan pajak di APBN P 2017 ke arah yang lebih realistis, diversifikasi ke penerimaan objek pajak baru, hingga pemanfaatan Automatic Exchange of Information untuk menambah daftar pajak potensial.
"Selain itu, yang 800.000 an wajib pajak ikut tax amnesty perlu dipastikan kepatuhannya. Kalau tidak, bisa diambil langkah law enforcement " ucapnya.
Hanya saja, sejumlah langkah tersebut kemungkinan bisa direalisasikan atau dinikmati paling cepat tahun depan.
"Artinya tahun 2017 dari WP yang ikut tax amnesty tidak ada penerimaan baru yang diharapkan," tukasnya.