Iklan Top Header PT BKI (Persero)


 

terkini

Kepastian Hukum Migas Dikeluhkan Pelaku Industri

14/04/17, 16:13 WIB Last Updated 2019-09-18T13:45:25Z
Pelaku industri migas menilai kebijakan yang dikeluar pemerintah di bidang migas masih memiliki kekurangan terutama dalam detail pelaksanaannya. Akibatnya investor lebih memilih bersikap wait and see. Untuk itu mereka mendesak pemmerintah segera melengkapi aturan pelaksanaanya lebih detil. 

Keluhan itu disampaikan Executive Director Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong saat bertemu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, saat acara diskusikan perkembangan usaha minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia.

Menurut Marjolijn kepastian hukum dan kebijakan pemerintah yang mendukung investasi menjadi hal penting bagi investor minyak dan gas bumi (migas) dalam melakukan eksplorasi hingga produksi. Sebab bisnis investasi di sektor migas membutuhkan modal besar, karenanya investor memerlukan kepastian untuk memperhitungkan keekonomian. 

"Harus ada titik temu antara keinginan Pemerintah dan kepentingan investor, " katanya. Ia juga mengingatkan perlunya menjaga keseimbangan kepentingan antara kedua pihak, sebab jika tidak, investasi akan sulit berjalan. Diakuinya, secara konsep aturan yang dibuat pemerintah sudah cukup bagus, tetapi masih perlu detail pelaksanaannya. 

Banyaknya peraturan yang dirilis pemerintah, khususnya peraturan pemerintah (Permen) ESDM, kata dia, menggambarkan pemerintah bergerak dan peduli pada perkembangan dinamika industri migas dalam negeri. Hanya saja, ia berharap, dalam merilis peraturan, pemerintah mempertimbangkan nilai keekonomian bagi investor serta ada kepastian hukum. "Kedua hal ini yang belum ada titik temu, dan bisa berdampak fatal bagi iklim investasi migas di Indonesia," ujarnya.

Salah satu contoh kebijakan pemerintah yang dinilai bolong adalah tidak adanya kejelasan dan transparansi soal Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) No.26/2017 tentang Mekanisme Pengembalian Biaya Investasi pada Kegiatan Usaha Hulu Migas dan Gas Bumi. Dimana operator lama tetap harus melanjutkan investasi, nantinya hasil keuntungan yang tidak bisa dibawa akan digantikan dengan operator baru. 

"Persoalannya, bagaimana bila sumber sumur tersebut tidak ada peminatnya. Pemerintah selama ini mengandalkan Pertamina akan menanggung ganti ruginya. Padahal Pertamina sendiri belum tentu mau karena memperhitungkan biayanya," bebernya.

Selain itu, kebijakan gross split yang menggunakan peraturan pajak yang berlaku menggantikan cost recovery belum memiliki kejelasan. Pihak Kementerian Keuangan hingga saat ini belum memberikan aturan turunannya, akibatnya industri ini dinilai investor tidak lagi menarik.

Sementara pengamat energi Suyitno Patmosukismo mengatakan, seharusnya kontribusi migas terhadap perekonomian nasional, tidak dilihat dari kontribusi terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semata, tetapi harus dilihat multiplier effect terhadap ekonomi dan sumber pajak. 

"Industri ini memiliki multiplier effect yang besar dan sangat berperan dalam menggerakkan roda ekonomi nasional," ujarnya.

Diakuinya saat ini Indonesia tengah mengalami krisis energi, dimana produksi minyak Indonesia terus melorot dari 1,2 juta barel per hari, menjadi 800 ribu barel perhari. Indonesia bukan lagi negara pengekspor minyak, untuk itu perlu dipersiapkan ketahanan dan kemandirian energi. 

Menurutnya impor bisa saja dipilih sebagai salah satu opsi untuk memastikan kecukupan Strategic Petroleum Reserve (SPR). Namun yang perlu dipertimbangkan apakah opsi ini mampu kita lakukan secara finansial. Selain itu, apakah opsi ini merupakan yang terbaik, menimbang bahwa kita akan bergantung pada negara lain. 

Padahal di sisi lain masih ada cadangan sumber energi yang cukup dan belum tergali. Seharusnya, kegiatan eksplorasi cadangan sumber energi tetap dilakukan demi menjaga ketahanan energi. 

Dalam pertemuan tersebut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa iklim investasi migas dipengaruhi harga minyak dunia. Padahal harga minyak dunia sangat bergantung pada faktor eksternal. Tidak ada orang maupun organisasi yang dapat mengendalikannya. "Tidak ada satu orang pun yang dapat memperkirakan harga minyak dunia," ujar Jonan.

Untuk mengantisipasi ketidakpastian harga minyak itulah, menurut Jonan, menyatakan sudah menjadi keniscayaan bahwa industri hulu migas harus efisien dan kompetitif dalam melaksanakan kegiatan operasinya. "Ini adalah semangat kami, juga kontraktor tentunya. Kami terjemahkan itu dalam kebijakan gross split, yang pada prinsip fairness," imbuh Menteri Jonan. 

Terkait dengan keberlangsungan investasi pada wilayah kerja yang akan habis masa berlakunya, Menteri Jonan mengatakan, Kementerian ESDM telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 tahun 2017 tentang Mekanisme Pengembalian Investasi pada Kegiatan Usaha hulu Migas. "Saya (pada saat itu) mendorong keras agar peraturan ini segera selesai, agar investasi terus berlangsung dan operasi migas tetap berjalan optimal," ujar Jonan.

Menurutnya dengan kepastian tersebut maka, keberlangsungan investasi oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tetap berjalan optimal. Kegiatan usaha penunjang juga dapat terus berlanjut, sehingga iklim investasi tetap terjaga. 
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Kepastian Hukum Migas Dikeluhkan Pelaku Industri

Terkini

Topik Populer