TARIK ULUR IZIN FREEPORT
Adanya peralihan Kontrak Karya ke IUPK dengan jangka waktu 8 bulan dinilai sebagai cerminan dari sikap ketidaktegasan pemerintah dalam mengimplementasikan berbagai tata aturan dan kesepakatan pada sektor Pertambangan. Pasalnya peralihan tersebut berefek terhadap diizinkannya Freeport melakukan eskpor konsentrat.
Ahli dan Praktisi Hukum Bisnis/Ekonomi, Achmad Zen Umar Purba mensinyalir adanya tekanan Freeport terhadap pemerintah sehingga mengeluarkan kebjikan tersebut.
“Pemberian izin ekspor konsentrat saat ini cerminan dari sikap pemerintah yang tidak tegas. Tapi saya maklum mungkin saja banyak tekanan,” ujarnya di Jakarta, ditulis Jumat (7/4).
Menurutnya, pemerintah mesti konsisten dengan berbagai kesepakatan dan peraturan perundangan-undangan. Kalupun demi konsistensi itu mengharuskan ke Mahkamah Arbitrase, semestinya pemerintah siap menghadapi gugatan tersebut.
“Makanya kalau pun harus ke Arbitrase, kenapa tidak,” tandasnya.
Untuk diketahui, sebelumnya dalam proses negosiasi, pemerintah melalui Kementerian ESDM mengakomodir ekspor konsentrat PT Freeport. Kedua belah pihak itu akan menempuh dua jalan atas penyelesaian sengketa kontrak pertambangan yang terlerak di tanah Papua.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, sekaligus ketua juru runding dengan Freeport, Teguh Pamudji menjelaskan bahwa dua metode penyelesaian masalah itu terbagi dari orientasi jangka pendek yang diperlukan untuk aktifitas produksi dan jangka panjang bertujuan memberikan kepastian fiskal.
“Pada pembahasan jangka pendek, kita sudah sepakat dengan Freeport duduk dan berunding. Jangka pendek adalah dengan menyepakati Freeport terkait kelangsungan usahanya Freeport yang berpengaruh ke ekonomi Papua. Minggu lalu kita sepakat dengan Freeport, akan ditetapkan IUPK-sementara karena mempunyai tenggat waktu 8 bulan (dari Februari 2017)” katanya di Jakarta, Selasa (4/4).
“Dengan dikeluarkannya IUPK-sementara untuk 8 bulan pada Freeport dapat melaksanakan ekspor konsentrat dan membayar bea keluar,” tandasnya.