Tim Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung tengah menyisir keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan korupsi pembiayaan Jasa Transportasi dan Handling BBM fiktif oleh PT Pertamina Patra Niaga kepada PT. Ratu Energy Indonesia Tahun Anggaran 2010-2014. Sebelumnya sejumlah tersangka menyebut nama-nama lain yang diduga terlibat korupsi yang merugikan negara hingga Rp73,499 miliar itu.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Moh Rum mengungkapkan, kasus ini masih dalam proses penyidikan untuk menggali keterlibatan pihak lain. Penyidik telah memeriksa mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Ferdi Novianto yang juga pernah menjabat Direktur Pemasaran periode Juni 2011–Mei 2012. Selain itu, penyidik juga memeriksa Direktur Administrasi dan Keuangan PT. Pertamina Patra Niaga Said Reza Pahlevi.
"Kita dalami keterangan soal kedekatan mereka dengan tersangka, kata Rum, Senin (6/3).
Dijelaskan Rum dalam pendistribusian BBM ini, PT Pertamina Patra Niaga sebelumnya mengikat kontrak dengan PT Hanalien (PT HL) dan PT REI untuk penyaluran BBM ke PT Total E&P Indonesia atau PT Tepi di wilayah Kalimantan. Atas penugasan tersebut PT Patra kemudian mengajukan anggaran sebesar Rp72,15 miliar ke PT Pertamina untuk pembayaran kepada kedua perusahaan tersebut. Anggaran yang diajukan PT Pertamina Patra Niaga belakangan cair. Namun diketahui pengucuran anggaran tersebut tidak dibayarkan oleh Patra Niaga kepada rekanannya. Pengajuan anggaran tersebut diduga di-mark up dan tidak sesuai tagihan yang sebenarnya. Tetapi mereka membuat laporan fiktif yang seolah-olah ada transaksi pembayaran senilai jumlah tertentu kepada rekanan. "Ada bukti pembayaran tapi faktanya tidak ada, jadi pembayarannya fiktif," kata Rum.
Dalam kasus ini penyidik telah menetapkan empat tersangka. Mereka adalah Sidhi Widyawan selaku Direktur Pemasaran PT. Patra Niaga Tahun 2008 s.d. awal 2011. Lalu Johan Indrachmanu selaku Vice President National Sales 2 PT. Pertamina Patra Niaga Tahun 2010 s.d. 2012 atau saat ini menjabat sebagai Direktur Marketing PT. Utama Alam Energi. Kemudian Carlo Gambino Hutahaean selaku Direktur Operasional PT Ratu Energy Indonesia dan Eddy selaku Manager Operasional PT. Hanna Lines. Korupsi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi perhatian khusus dari Kejaksaan Agung. Pasalnya, di sejumlah BUMN itu ditemukan banyak kasus korupsi. Di antaranya perkara korupsi handling BBM Fiktif di PT Pertamina Patra Niaga, Korupsi Dana Pensiun PT Pertamina, penjualan aset negara oleh PT Adhi Karya, Kredit fiktif Bank Mandiri, penyalahgunaan kredit pengadaan kapal di PT PANN Maritime, penyelewengan dana KPS di PT Pos Indonesia, Korupsi siap TVRI dan penyelewengan dana PKBL oleh PT Syang Hyang Seri.
"(Penanganan korupsi) kita jalan terus, yang pasti kita ada strategi tambahan yakni preventif, itulah keberadaan TP4," kata Jaksa Agung Moh Prasetyo akhir pekan lalu.
Jika ditilik, Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD) terbilang paling rentan terjadinya korupsi, baik suap, gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang. Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat bahwa gratifikasi di BUMN/BUMD mencapai 731 laporan, tertinggi dibandingkan dengan Kementerian maupun Pemerintah Daerah.
Direktorat Gratifikasi KPK sepanjang 2016 menyebut telah menerima 1.948 laporan gratifikasi. Sebanyak 549 di antaranya telah dinyatakan sebagai milik negara, 57 ditetapkan sebagai milik penerima dan 323 laporan masih dalam proses penelaahan. Dari laporan gratifikasi tersebut, KPK telah memasukkan ke kas negara uang sebesar Rp14,6 miliar dalam bentuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).Dalam laporan keuangan pemerintah pusat 2015, pendapatan gratifikasi yang ditetapkan KPK menjadi milik negara Rp2,5 miliar atau 78,6 persen dari yang ditargetkan sebesar Rp 3,2 miliar.
Kian banyaknya pimpinan BUMN terseret korupsi, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno bahkan menyatakan bakal memperketat pemantauan kinerja para direktur utama dan jajaran direksi di setiap BUMN. Selain itu ia juga akan mendorong manajemen BUMN menerapkan sistem tata kelola yang baik (good corporate governance/GCG) yang lebih baik.
"Tentu untuk mencegah hal itu, sejak awal saya terus menekankan, semua harus transparan. Kita BUMN harus profesional, transparan dalam melakukan pekerjaan yang diamanahkan ke kita," kata Rini beberapa waktu lalu.