Indikasi adanya kecurangan dalam mekanisme pencairan JKN oleh rumah sakit kini ditangani KPK bekerjasama dengan Kemenkes. |
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan indikasi kecurangan dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan pemerintah. Tak tanggung-tanggung, kecurangan itu sendiri berdasarkan data 2015 bernilai sebesar Rp400 miliar.
"Ada sekitar Rp400 milyar dari 175 ribu klaim. Misalnya dia nagih ke pasien dia nagih juga ke BPJS," kata Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan kepada wartawan saat mendampingi Menteri Kesaehatan Nila Djuwita F Moeloek saat bertandang ke kantornya, Rabu (22/2).
Jumlah tersebut, kata Pahala, belum termasuk indikasi data yang diperoleh hingga saat ini yaitu sekitar 1 juta klaim. Oleh karena itu pihaknya bekerjasama dengan Kemenkes, BPJS dan instansi terkait akan melakukan upaya pencegahan secara sistematis untuk mengendalikan kecurangan ini.
Pahala menjelaskan, salah satu modus yang dilakukan adalah menggelembungkan tagihan yang dilakukan rumah sakit kepada BPJS. Misalnya, ada salah satu kode yang sebenarnya cuma sebesar Rp5 juta, tetapi dalam tagihan bisa membengkak mencapai Rp15 juta.
Pahala juga menambahkan, pada tahun 2018 kecurangan yang terdeteksi dan terbukti sebagai fraud akan ditindaklanjuti. Langkah pertama yang nantinya dilakukan adalah remedi atau perbaikan terhadap pelanggaran yang terjadi dengan perbaikan sistem yang ada.
"Kedua, kita usulkan gunakan perdata. Jadi, siapa yang sistemnya fraud, kita minta ditambahkan klausul, misalnya ada denda. Rumah sakit yang klaim sesuatu yang fiktif, kita minta didenda. Ketiga, tentu pidana," ujarnya.
Dia menyebut nantinya fraud yang terjadi dalam klaim pihak pelayanan kesehatan terhadap BPJS akan ditindak tegas. "Sekarang fraud nggak didiemin lagi. Kalau dulu ketangkap cuma disuruh pulangin uangnya," ungkap Pahala.
Saat ditanya siapa yang bermain atas kecurangan ini, Pahala menyebut ada dua pihak yang paling berperan cukup penting. Pertama dari oknum rumah sakit itu sendiri dan tentunya oknum dari BPJS. Sayangnya Pahala enggan menyebut rumah sakit mana saja yang bermain.
"Semua. Ada BPJS, ada rumah sakitnya, nah menkes kan perannya regulator, lakukan dong. Kaya di Amerika, kenapa sih rumah sakit ini caesar terus. Kan ga mungkinlah. Oh ternyata dia," terang Pahala.
Kecurangan ini, kata Pahala juga terjadi akibat kurangnya koordinasi antara Kementerian Kesehatan dengan BPJS. "BPJS dan Kemenkes kayanya engga ngobrol. Nih makanya kita kasih sinyal nih," tutur Pahala.Untuk mengatasi masalah ini, KPK, Kemenkes dan BPJS, ujar Pahala, akan membentuk Satuan Tugas (Satgas) untuk memonitor persoalan ini. Tugas satgas itu dimulai dengan mendeteksi indikasi kecurangan sesuai data yang dimiliki BPJS.
"Di 2017 Satgas ada BPJS dan Kemenkes ada KPK disana. Kita akan mulai dengan data yang terdeteksi fraud dari BPJS. Jadi sekarang ada sistem fraud data sudah sejuta itu akan dianalisa oleh Inspektorat Kemenkes," terang Pahala.
Setelah itu, data yang telah dianalisa diverifikasi ke lapangan. Disanalah nanti akan dilihat penyebabnya. "Kalau memang curang bener mungkin tahun ini masih diperingatkan diminta perbaiki sistem," pungkasnya
Selanjutmya tim Satgas akan bekerja memperbaiki sistem dan menguji coba di Kemenkes agar kecurangan bisa terdeteksi. Kemudian dilakukanlah verifikasi satuan intern BPJS dari hasil deteksi sistem yang ada sebelumnya.
"Paralel dengan itu verifikasi di lapangan juga berjalan. Per transaksi jalan tapi Irjen Kemenkes akan lakukan analisa besar kenapa di daerah ini klaimnya seragam atau rumah sakit ini selalu minta (operasi) caesar (untuk melahirkan)," jelas Pahala.
Sementara itu, Menkes Nila F. Moeloek tidak banyak memberikan keterangan kepada wartawan mengenai kunjungannya ke KPK. Nila hanya mengaku menjalin kerjasama dengan KPK membentuk Satgas untuk mengendalikan kecurangan di sektor JKN.
"Kami rapat karena pa pahala adalah pencegahan. Kita mencoba membuat satgas untuk membuat pendoman pencegahan fraud di JKN. Kami baru bentuk Satgasnya," kata Nila.