Iklan Top Header PT BKI (Persero)


 

terkini

Selamat Tinggal Rahasia Bank

17/05/17, 07:58 WIB Last Updated 2019-09-18T13:45:10Z
Terbitnya Perppu No.1 Tahun 2017 membuka akses Ditjend Pajak terhadap
Lembaga Keuangan tanpa izin OJK, BI dan Kemenkeu.
Keangkeran prinsip kerahasiaan bank akhirnya berhasil dijebol oleh Perjanjian Keterbukaan Informasi Keuangan secara Otomatis atau Automatic Exchange of Financial Account Information (AEoFAI), perjanjian yang digalang oleh negara-negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OEDC). Keterbukaan informasi tersebut merupakan salah satu syarat bagi Indonesia agar bisa ikut dalam perjanjian internasional bidang perpajakan. 

Keterbukaan informasi keuangan tersebut akhirnya dikukuhkan dalam payung hukum Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Kewajiban untuk memiliki payung hukum setingkat undang-undang tersebut memang menjadi syarat mutlak untuk bisa ikut dalam perjanjian international perpajakan tersebut, di mana batas waktunya adalah 30 Juni 2017 mendatang. 

Bila tidak bisa memenuhinya, kredibilitas Indonesia akan turun sebagai anggota G20, kepercayaan investor juga akan menurun dan tentunya stabilitas ekonomi akan terganggu. Tak hanya itu, Indonesia dapat dijadikan negara tujuan penempatan dana illegal. 

Pertanyaan pun muncul, mengapa diperlukan akses bagi Direktorat Jenderal Pajak terhadap Lembaga Keuangan di Indonesia? Direktorat Pajak menilai saat ini mereka memiliki akses yang terbatas atas keuangan nasabah di lembaga keuangan, baik bank maupun non bank.

Lembaga keuangan yang dapat diminta untuk membuka laporan keuangannya itu adalah perbankan, pasar modal, perasuransian, dan lembaga keuangan lainnya.

Perppu ini menjadi salah satu senjata aparat pajak untuk mengejar target pajak. Mereka bisa meminta laporan keuangan wajib pajak yang dicurigainya. Perppu ini menghapus rintangan akses keuangan yang terdapat di beberapa undang-undang terkait prinsip kerahasiaan, seperti Pasal 35 ayat (2) dan Pasal 35A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 40 dan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, serta Pasal 47 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. 

Perppu tersebut menghapus kerahasiaan data nasabah di perbankan, pasar modal, dan bahkan sampai bursa berjangka komoditi. 

Menko Ekonomi Darmin Nasution
Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Darmin Nasution mengatakan, Perppu Nomor 1 Tahun 2017 itu berlaku untuk semua wajib pajak baik Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing yang berada di Indonesia atau bekerja di Indonesia. 

Untuk mengakses laporan keungan dari lembaga keuangan tersebut, Direktorat Jenderal Perpajakan tidak perlu lagi meminta izin dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Karena hal itulah Perppu ini diharapkan dapat menjaga citra Indonesia di mata dunia, juga diharapkan mampu untuk mendongkrak penerimaan negara dari sektor pajak. 

Regulasi ini mengiringi kesuksesan program pengampunan pajak (tax amnesty) yang berakhir belum lama ini. Dari program itu, deklarasi dalam negeri saja sebesar Rp3.700 triliun, dan hal ini memperlihatkan betapa besarnya potensi pajak dalam negeri kita.

Namun, setelah akses terhadap lembaga keuangan itu dibuka, seharusnya dibarengi dengan pengawasan terhadap pelaksanaannya. Agar nanti di tataran pelaksanaan tidak terjadi penyalahgunakan kewenangan itu. 

INILAH POIN-POIN PERPPU NO.1 TAHUN 2017

Pasal 1 Akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan, meliputi akses untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan pelaksanaan perjanjian internasional di bidang perpajakan.

Pasal 2 
(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dari lembaga jasa keuangan yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan.

(2) Lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak:

a. laporan yang berisi informasi keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan untuk setiap rekening keuangan yang diidentifikasikan sebagai rekening keuangan yang wajib dilaporkan; dan

b. laporan yang berisi informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan, yang dikelola oleh lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain dimaksud selama satu tahun kalender.

(3) Laporan yang berisi informasi keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. identitas pemegang rekening keuangan; 
b. nomor rekening keuangan; 
c. identitas lembaga jasa keuangan; 
d. saldo atau nilai rekening keuangan; dan 
e. penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan.

(4) Dalam rangka penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan prosedur identifikasi rekening keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan.

(5) Prosedur identifikasi rekening keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit meliputi kegiatan:

a. melakukan verifikasi untuk menentukan negara domisili untuk kepentingan perpajakan bagi pemegang rekening keuangan, baik orang pribadi maupun entitas; 
b. melakukan verifikasi untuk menentukan pemegang rekening keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a merupakan pemegang rekening keuangan yang wajib dilaporkan; 
c. melakukan verifikasi untuk menentukan rekening keuangan yang dimiliki oleh pemegang rekening keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a merupakan rekening keuangan yang wajib dilaporkan; d. melakukan verifikasi terhadap entitas pemegang rekening keuangan untuk menentukan pengendali entitas dimaksud merupakan orang pribadi yang wajib dilaporkan; dan 
e. melakukan dokumentasi atas kegiatan yang dilakukan dalam rangka prosedur identifikasi rekening keuangan, termasuk menyimpan dokumen yang diperoleh atau digunakan

Pasal 3 Ayat (6), lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak diperbolehkan melayani pembukaan rekening keuangan baru bagi nasabah baru; atau transaksi baru terkait rekening keuangan bagi nasabah lama, yang menolak untuk mematuhi ketentuan identifikasi rekening keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Pasal 2 Ayat (8), Lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terikat oleh kewajiban merahasiakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, kewajiban merahasiakan tersebut tidak berlaku dalam melaksanakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.

Pasal 3 Ayat (3) penyampaian laporan laporan melalui mekanisme elektronik melalui OJK berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. lembaga jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 60 hari sebelum batas waktu berakhirnya periode pertukaran informasi keuangan antara Indonesia dengan negara atau yurisdiksi lain berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan; dan 
b. Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak paling lama 30 hari.

Ayat (4), penyampaian laporan melalui mekanisme non elektronik kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 4 bulan setelah akhir tahun kalender. 

Pasal 6 Ayat (1) Menteri Keuangan (Menkeu) dan pegawai Kemenkeu yang melaksanakan tugas, pimpinan dan pegawai Otoritas Jasa Keuangan, maupun pimpinan dan pegawai lembaga jasa keuangan yang melaksanakan kewajiban penyampaian laporan tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

Pasal 7 Ayat (1) Perppu AEoI diatur mengenai sanksi bagi pimpinan atau pegawai lembaga jasa keuangan yang tidak menunaikan kewajiban memberikan informasi atau laporan dapat dipidana penjara maksimal 1 tahun atau denda paling banyak Rp 1 miliar. Sementara bagi lembaga jasa keuangan yang melanggar didenda paling banyak Rp 1 miliar.

Sedangkan setiap orang yang membuat pernyataan palsu atau menyembunyikan atau mengurangkan informasi yang sebenarnya dipidana penjara maksimal 1 tahun atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

Pasal 8 beberapa pasal dalam Undang-undang yang menyangkut kerahasiaan data keuangan, tidak berlaku lagi dengan adanya Perppu tersebut. Pasal itu meliputi, Pasal 35 Ayat (2) dan Pasal 35A UU Nomor Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 40 dan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pasal 47 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Kemudian Pasal 17, Pasal 27, dan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Serta Pasal 41 dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.


Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Selamat Tinggal Rahasia Bank

Terkini

Topik Populer