KTT IORA 2017 menghasilkan kesepakatan Jakarta Concord.(foto:okezone.com) |
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) IORA (Indian Ocean Rim Association) atau Perkumpulan Negara-negara Lingkar Samudra Hindia digelar di Jakarta Convention Center (JCC) tanggal 5-7 Maret.
Konferensi ini merupakan yang pertama kali setelah organisasi tersebut terbentuk di Mauritius tahun 1997. Indonesia dipercaya menjadi ketua IORA.
Acara itu ditutup Selasa (7/3) oleh Presiden Jokowi. Presiden berharap seluruh anggota IORA maju bersama-sama dalam menghadapi tantangan ke depan. Jokowi juga berharap agar para pemimpin negara IORA harus menyadari betapa pentingnya menjaga ekosistem laut, terutama Samudra Hindia, yang menghubungkan negara-negara tersebut.
“KTT kali ini menghasilkan Jakarta Concord, yang sudah dibahas selama kurang lebih 3 hari oleh para delegasi negara-negara di lingkar Samudra Hindia,” kata Jokowi usai menutup acara tersebut.
Ada 6 poin yang terdapat dalam Jakarta Concord yang ditandatangani Jokowi dan para perwakilan negara lainnya.
“Selain 6 kerja sama tersebut, para pemimpin IORA juga mendorong IORA untuk memperkokoh kerja sama tiga isu lainnya, yaitu blue economy, woman empowerment, dan demokrasi tata pemerintahan yang baik, pemberantasan korupsi, serta hak asasi manusia,” tambah Jokowi.
Keenam poin Jakarta Concord tersebut ialah:
1. Meneguhkan komitmen memajukan keamanan dan keselamatan maritim
2. Meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi.
3. Memajukan pengembangan dan pengelolaan perikanan yang berkesinambungan dan bertanggung jawab.
4. Memperkuat pengelolaan risiko bencana.
5. Memperkuat kerja sama akademis dan ilmu pengetahuan.
6. Memajukan kerja sama di bidang pariwisata dan kebudayaan.
Mencermati keputusan Jakarta Concord tersebut, Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menyatakan dokumen itu merupakan progres pembangunan maritim Indonesia dalam visi Poros Maritim Dunia.
“Bagi dunia diplomasi nasional, apalagi diplomasi maritim yang menjadi salah satu gacokan Poros Maritim, kesepakatan tersebut jelas sesuatu sekali,” ungkap Siswanto.
Menurutnya, diplomasi yang tentu menyangkut juga aspek geopolitik atau geostrategis, pada satu titik dalam perjalanannya nanti akan memberikan kontribusi pada dunia usaha. “Kita tunggu saja implementasi dari perjanjian tersebut,” imbuhnya.
Namun, lanjut Siswanto, dunia usaha seringkali membutuhkan kecepatan karena peluang usaha hampir tidak pernah datang dua kali. “Dalam Jakarta Concord bidang usaha diberikan pintu masuk melalui kerja sama antarnegara anggota,” kata pengamat maritim yang dikenal kritis ini.
Seberapa cepat Indonesia memanfaatkan peluang ekonomi kawasan Samudera Hindia baik melalui saluran IORA maupun saluran umum akan menjadi catatan tersendiri dari perjalanan Jakarta Concord tersebut.
Lantas, pelabuhan yang akan disiapkan untuk melayani pelayaran yang mengarungi Samudera Hindia. Pilihannya ada pada Pelabuhan Cilacap atau Teluk Bayur di Padang.
“Biasa saja dikondisikan di pelabuhan ini. Karena dahulu, pelaut kita berkapal sampai ke Afrika dengan mengarungi Samudra Hindia dan melintasi negeri-negeri di sekitarnya,” pungkas dia.
Ada suatu Pekerjaan Rumah (PR) pemerintah dalam merampungkan pembangunan infrastruktur di tepi Samudra Hindia (Pantai Barat Sumatera dan Selatan Jawa). Sekaligus untuk menghidupi pelayaran nasional di kawasan tersebut hingga lintas samudra dan negara.
Oleh karena itu, stakeholder kemaritiman Indonesia menanti implementasi perjanjian tersebut dalam bentuk konkret.