
SURABAYA (ISL News) - Jumlah arus peti kemas ekspor dan impor (internasional) yang melalui terminal di bawah pengelolaan PT Pelindo Terminal Petikemas periode semester 1 tahun 2025 meningkat sebesar 13,64 persen. Perseroan mencatat terdapat 2,1 juta TEUs peti kemas internasional pada semester 1 sementara pada periode yang sama di tahun 2024 lalu sebanyak 1,8 juta TEUs.
Corporate Secretary PT Pelindo Terminal
Petikemas Widyaswendra menyebut jumlah peti kemas ekspor maupun impor sama-sama
mengalami pertumbuhan. Sepanjang semester 1 jumlah peti kemas impor sebanyak
998 ribu TEUs dan peti kemas ekspor tercatat sebanyak 1,01 juta TEUs.
“Arus peti kemas dalam negeri juga mengalami
pertumbuhan namun tidak sebesar pertumbuhan internasional. Hingga semester 1
tahun 2025 peti kemas domestik tercatat sebanyak 4,2 juta TEUs atau tumbuh
sekitar 4,86 persen dari tahun lalu yang sebesar 4 juta TEUs,” jelas
Widyaswendra, Selasa (15/07/2025).
Widyaswendra mengungkapkan pertumbuhan peti
kemas internasional di luar prediksi perusahaan mengingat dinamika global saat
ini yang penuh ketidakpastian. Selain peti kemas bermuatan, reposisi peti kemas
kosong (empty) ke sejumlah negara juga mempengaruhi peningkatan arus tersebut.
Beberapa terminal yang melayani peti kemas internasional mencatatkan
pertumbuhan yang cukup signifikan.
TPK Semarang misalnya mengalami pertumbuhan 17,7
persen dari 353 ribu TEUs pada semester 1 tahun 2024 menjadi 415 ribu TEUs pada
semester 1 tahun 2025. Selanjutnya ada IPC TPK yang mencatatkan pertumbuhan
43,26 persen dari 307 ribu TEUs menjadi 440 ribu TEUs.
“Secara keseluruhan arus peti kemas (internasional
dan domestik-red) di lingkungan PT Pelindo Terminal Petikemas sebanyak 6,3 juta
TEUs, tumbuh 7,61 persen jika dibandingkan semester 1 tahun lalu,” lanjut
Widyaswendra.
Picu
Rute Pelayaran Baru
Pertumbuhan arus peti kemas ini sejalan dengan
aktivitas sektor pelayaran internasional yang kembali menggeliat, terutama di
jalur-jalur strategis seperti Indonesia–China.
Meski pertumbuhan arus peti kemas tidak merata
di semua rute perdagangan, namun secara umum menunjukkan peningkatan yang
konsisten. Salah satunya dirasakan oleh Ocean Express Network (ONE), perusahaan
pelayaran asal Jepang yang melayani beberapa pelabuhan expor impor di
Indonesia.
“Pada paruh pertama tahun ini (2025),
pertumbuhan kami berkisar antara 3 hingga 5 persen,” ujar Presiden Direktur ONE
Indonesia, Keishin Watanabe. Ia yakin untuk sejumlah rute tertentu, angka
pertumbuhannya bahkan lebih tinggi. Salah satunya adalah jalur pelayaran antara
Indonesia dan China yang menurutnya mencatat lonjakan signifikan.
“Saya menduga pertumbuhan tertinggi terjadi
pada rute Indonesia–China. Ini tidak lepas dari peningkatan arus perdagangan
antara kedua negara, terutama pasca munculnya kebijakan tarif dari Presiden AS
Donald Trump. Hal itu mendorong banyak perusahaan mengalihkan rantai pasok mereka
ke kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia,” kata Watanabe.
Optimisme serupa juga dirasakan oleh Pacific
International Lines (PIL), perusahaan pelayaran asal Singapura. Dengan
meningkatnya arus perdaganagan, khususnya antara Indonesia dan China, PIL membuka
direct service yakni North China Indonesia (NCI). Rute baru ini menghubungkan
pelabuhan-pelabuhan utama di China dengan Indonesia, dengan pelayaran perdana
yang berlangsung pada awal bulan ini.
Layanan NCI melibatkan dua terminal besar di
Indonesia, yakni TPK Koja di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dan Terminal
Petikemas Surabaya (TPS) di Tanjung Perak (Surabaya). Dengan layanan ini, arus
logistik antarnegara diharapkan dapat berlangsung lebih efisien tanpa harus
melewati pelabuhan transit di negara ketiga.
“Volume perdagangan antara Indonesia dan China
saat ini sangat bagus. Itu menjadi alasan utama kami kembali membuka layanan
langsung ini,” kata Presiden Direktur PIL Indonesia Sujeeva Salwatura,.
Menurut Sujeeva, dalam lima tahun terakhir PIL sempat
menghentikan pelayanannya ke Indonesia. Namun, situasi pasar yang kini membaik
menjadi momentum yang tepat untuk kembali masuk. “Kami melihat ada pertumbuhan
yang sangat bagus, baik dari sisi ekspor maupun impor,” Sujeeva.
Perdagangan Intra Asia Semakin Dominan
Sejalan dengan pelabuhan dan pelayaran, sektor
logistik juga mencatat pertumbuhan yang cukup menggembirakan sepanjang paruh
pertama 2025. Kinerja sejumlah perusahaan logistik dan forwarder domestik
memperlihatkan tren positif, mencerminkan geliat perdagangan internasional dan
meningkatnya kebutuhan distribusi dalam negeri.
Salah satu indikatornya terlihat dari kinerja
Gateway Container Line (GCL), perusahaan nasional yang dikenal sebagai pemain
terbesar dalam layanan konsolidator Less than Container Load (LCL) di
Indonesia.
Direktur Utama Gateway Container Line, Hesty
Rosmawati, mengatakan perusahaannya mengalami pertumbuhan yang stabil di
berbagai lini layanan, baik untuk ekspor maupun impor. “Pertumbuhan tertinggi
masih berasal dari China, baik untuk layanan LCL maupun FCL (Full Container
Load) impor,” ujar Hesty.
Layanan LCL impor, misalnya, jelas Hesty,
tumbuh 8,94 persen, dengan kontribusi volume terbesar berasal dari China.
Sementara layanan FCL impor meningkat 5,65 persen, juga ditopang oleh pasar
China.
Sementara untuk LCL ekspor tercatat tumbuh 9,2
persen, dengan tujuan terbesar ke Jebel Ali, Uni Emirat Arab, meski pertumbuhan
tertinggi justru tercatat pada rute ke Vietnam. FCL ekspor mengalami lonjakan
signifikan sebesar 23,4 persen, terutama ke kawasan ASEAN dan Jebel Ali.
Tak hanya perusahaan, secara makro sektor
logistik juga menunjukkan kinerja yang menjanjikan. Data dari Asosiasi Logistik
dan Forwarder Indonesia (ALFI) serta Supply Chain Indonesia (SCI) mencatat
bahwa sektor transportasi dan pergudangan, yang menjadi tulang punggung
logistic, menyumbang 6,08 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional
pada semester pertama tahun ini.
Pertumbuhan sektor ini tercatat sebesar 9,01
persen (year-on-year), menjadikannya salah satu sektor dengan laju pertumbuhan
tercepat. Supply Chain Indonesia (SCI) memperkirakan sepanjang tahun 2025
sektor ini akan tumbuh 8,56 persen dengan nilai kontribusi sekitar Rp1.517
triliun atau setara 6,49 persen dari total PDB.
CEO SCI, Setijadi, menjelaskan bahwa
pertumbuhan logistik tahun ini turut didorong oleh pergerakan sektor pertanian,
khususnya tanaman pangan, serta industri pengolahan, terutama makanan dan
minuman. “Sektor perdagangan juga memberikan kontribusi signifikan terhadap
lonjakan aktivitas logistik,” ujar Setijadi.
(Redaksi ISL News/Corcom SPTP).